Skip to main content

Imperfect



Film yang ingin saya ulas kali ini adalah “Imperfect”. Sebuah film yang disutradarai oleh Ernest Prakasa dan diangkat dari novel bertajuk serupa yaitu novel “Imperfect” yang ditulis oleh Meira Anastasia, istri Ernest sendiri. Film yang diperankan oleh Jessica Mila sebagai Rara dan Reza Rahadian (Dika –red) ini merupakan salah satu film yang sangat saya tunggu-tunggu dan seperti biasa, film Ernest tidak pernah mengecewakan saya. Film yang sangat sarat makna dengan pesan-pesan moralnya dan dibalut oleh kesan jenaka sebagai ciri khas hasil karya seorang Ernest Prakasa.

Film ini mengisahkan mengenai Jessica Mila yang memiliki kelebihan berat badan dan mendapatkan tekanan akan hal itu dari teman-teman kerjanya, ibunya, dirinya sendiri dan sekali lagi, masyarakat disekitarnya. Film tersebut menceritakan mengenai beberapa orang secara bersamaan, dengan “ketidaksempurnaan” mereka masing-masing yaitu Rara dengan timbangannya, Neti dengan postur tubuhnya, Maria dengan rambutnya, Prita dengan tompelnya dan Endah dengan “gigi keritingnya”. Perempuan-perempuan hebat yang pada akhirnya menerima ketidaksempurnaan itu dan mencintai diri mereka sendiri apa adanya.

“Perempuan itu beragam.”, Rara berkata. Saya merasa bahwa dunia sering lupa mengenai hal tersebut. Kami sangat beragam. Ada yang kurus, berisi, gemuk, berkulit putih, sawo matang, gelap, berambut panjang, sedang, pendek serta fitur-fitur lainnya yang membuat kami unik, membuat kami berbeda satu dengan lainnya.

Entah mengapa, definisi cantik saat ini menjadi sangat sempit dan media sosial sedikit banyak berkontribusi terhadap hal itu. Cantik yang hanya berfokus pada penampilan luar. Pajanan berlebihan mengenai penampilan yang “seharusnya” kami miliki secara tidak sadar membentuk pola pikir kami sendiri dan pola pikir masyarakat menjadi menyimpang. Bahwa perempuan yang cantik adalah perempuan yang kurus, tinggi, berambut panjang dan putih. Satu-satunya perempuan yang memenuhi seluruh fitur tersebut adalah boneka Barbie dan makhluk gaib kondang Indonesia, kuntilanak.

Ekspektasi tersebut menjadikan kami merasa tidak nyaman terhadap diri kami sendiri. Membuat kami merasa selalu ada yang “kurang” dari diri kami. Menjadikan kami merasa insecure karena gagal untuk memenuhi “standar cantik” dunia. Padahal pada akhirnya, orang yang cantik adalah orang yang nyaman dengan dirinya, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Terkadang saya heran, mengapa fokus pada satu kekurangan kita, saat kita memiliki sejuta kelebihan-kelebihan lainnya?

 Di penghujung film tersebut, Rara berkata “Gue belajar bahwa kita hanya perlu menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Karena ternyata, tidak perlu sempurna untuk menjadi bahagia.” Rara dan tiga sekawan lainnya akhirnya merasa nyaman dan bangga dengan diri mereka sendiri, apa adanya. Rara menerima dirinya dan timbangannya, Neti mencintai postur tubuhnya, Maria bangga dengan rambutnya, Prita menyenangi tompelnya dan Endah menyukai giginya yang ternyata “tidak terlalu keriting.”

Jadi marilah bersama-sama mencintai ketidaksempurnaan diri kita masing-masing, ya? Karena diri kita jauh lebih berharga dari penampilan luar kita. 


 (foto diambil dari google.com)

Comments

Popular posts from this blog

Label-free

I mentioned sixth sense in one of my previous post, the “What Should I do” one. True, I stated that the longer we know someone, we’ll develop some kind of sixth sense that’ll help us “communicate” with them. A wordless communication, so to say. That mind reader, gesture-talk kind of things. But I must say that that telepathy is a double edged sword. Why? Because it has its own downside. Opinion. Allow me to quote another saying of Haemin Sunim : “when we think we already know someone, we stop making effort to know them better. Consider when you think you already know your loved ones and when you do, you are failing to see them as they are right now, you see them through the prism of previously held opinions , instead.” Those words quoted from his “Love for Imperfect Things” book, and again, I could not believe how true it is. That “prism of previously held opinions” have an immense power to destroy our relationships because we instantly judge people. We did it in a heart

The Family Who Read

         I was raised in a family who appreciate reading. It’s all started way back when we were young. We grew up reading comic books, our parents often gave us books as our “naik kelas”’s gifts. So we ended up looking forward to books. I remember the feeling when we were anxiously waiting for our packs of books to open, couldn’t wait to read it as we already waiting for it for a long time. And as a continuation of that, by the time we were a teenager, we expand our liking to novels, and our house filled with fantasy books such as “Eragon”, “The Bartimaeus Trilogy” by Jonathan Stroud, books written by Cornelia Funke, “Maximum Ride” by James Patterson and the likes which supplied by our mother. So myself in particular found solace and curiousity in fantasy books.           So then we developed our love for books. Growing up, each of us found our own genre, as my brother likes “Haruki Murakami”, me and my father on motivation-filled books, and my mother stays with her love for fa

Learn to Let Go

Let go; letting go :           “An act of letting go; to free yourselves from self-destructive things. Be it a thought, a person, a feeling and anything of the sorts. To make peace with yourself.”           Letting go of someone or something truly is not an easy task, so easy to say yet extremely difficult to do. I just had a very tough day as me and my friend shouldered something we shouldn’t have. We got caught up in the middle of something so bad, which may affect our future (in a bad way, of course). A “bad luck”, so to say. We’re just some unlucky dude who got involved in some unlucky event, basically just being in the wrong place, at the wrong time. Same old story. And so I got home, bursting my anger to an (also) unlucky friend of mine and sure enough, I ended up regretting what I did later.           As my head start to think more clearly, I can see fear as the main culprit of my raging anger. Fear of my lack of knowledge that will eventually lead to my teacher’s